THARIQAH ALMU’TABARAH DI INDONESIA
Thariqah yang
diakui (mu’tabarah) di Indonesia berjumlah kurang-lebih 50 thariqah namun 4
diantaranya yang paling tersohor di Indonesia sebagai berikut:
1)
Naqsabandiyah
Sebuah
thariqah yang diajarkan oleh Syekh Bahauddin Naqsaban Al-Bukhara, beliau lahir
di kota yang sama dengan imam bukhari yaitu Bukhara, nama thariqah ini pun
dinisbahkan kepada nama beliau.
thariqah
naqsabandiyah muncul di akhir abad 14 M. di kota Bukhara, lalu berkembang di
Negara india dan popular disana pada abad ke 18.
thariqah
ini terus berkembang dan memiliki beberapa cabang dua diantaranya yang paling
tersohor dan berada di Indonesia;
-
Naqsabandiyah Khalidiyah
khalidiyah
dikembangkan oleh mursyid thariqah di india
-
Naqsabandiyah Qadiriyah
qadiriyah
dikembangkan oleh syekh ahmad khotib as-sambasi (dari sambas), beliau termasuk
guru syekh nawawi al-bantani
ciri-ciri dari thariqah
naqsabandiyah secara global:
-
ketat terhadap syari’at
thariqah
ini sangat ketat/ berhati-hati terhadap syariat, yang bertujuan agar tidak
mudah jatuh kepada kesalahan (dosa) dan menyepelekan agama, hal tersebut serupa
dengan sikap/pendapat imam ibnu hajar.
oleh
karena hal tersebut thariqah ini juga tidak menyukai musik-musik atau tarian
bahkan pada ibadah-ibadah mereka sama halnya seperti imam ibnu hajar (لايقبل الغناء والرقص).
dalam
naqsabandiyah qadiriyah pun tidak ada dalam ajaran mereka ibadah yang
menggunakan musik dan tarian (hadrah, terbang, banjari, marawis, zafin)
-
mereka memiliki andil dalam bidang politik, hanya saja mereka kerap
tidak konsisten (tidak terlalu menggeluti), seperti halnya di india mereka
memiliki andil dalam memerdekakan india dari penjajahan inggris.
2)
Syatariyah
thariqah
ini muncul pertama kali di india pada abad ke 15 yang diajarkan oleh Syekh
Abdullah As-syatar, yang masih keturunan dari Imam Syihabuddin Fakhrowardi
beliau adalah salah satu pembela imam ghozali dan kitabnya al-ihya’ ulumuddin
yang pada zaman beliau banyak yang menolak akan imam ghozali dan kitab-kitab
beliau karena mereka beralasan bahwasannya hadis-hadis yang ada pada kitab
beliau tidak tercantum dalam kitab-kitab hadis mereka.
namun
sebenarnya Abu Zur’ah Al-‘Iraqi telah mengomentari alasan-alasan mereka dengan
mengatakan, bahwa Sanad hadis beliau adalah Naumiy sebagaimana
yang telah masyhur, yakni sanad yang beliau dapatkan dalam mimpi bersama
Rasulullah SAW. dan hal tersebut tidaklah masalah jika digunakan untuk
Fadhailul A’mal dan penguat saja yang mana sebenarnya dalam kitab beliau adalah
kandungan-kandungan dari akhlaq-akhlaq para salaf dan Rasulullah SAW sendiri.
Nama
Syatariyah diambil dari kata Syatr (membagi/membelah dua), alasannya
adalah karena sebenarnya thariqah ini adalah hasil dari pengembangan thariqah
milik guru beliau.
Thariqah
ini memiliki beberapa nama (seperti yang telah disebut bahwasannya thariqah
sebenarnya adalah hasil pengembangan):
-
di Turki thariqah ini juga dikenal dengan nama Bustomiyah, yang
dinisbahkan kepada Abu Yazid Al-Bustomi.
-
di Iran dan Asia Tengah thariqah
ini dikenal dengan nama Isqiyah yang dinisbahkan kepada Syekh Muhammad
Arif Al-Isqi, dan beliau tinggal di iran
Syekh Abdullah adalah murid dari Syekh Muhammad Arif, dan ada
kemungkinan bahwa Syekh Muhammad Arif mengambil thariqah tersebut dari gurunya
Abu Yazid Al-Bustomi, karena antara Syatoriyah, Isqiyah dan Bustomiyah memiliki
kemiripan yang kuat.
Sedangkan masuknya Thariqah Syathariyah itu sendiri ke Indonesia di
bawa oleh Syekh Abdurra’uf As-Singkili (dari kota singkel aceh) pada abad ke
17.
namun sebenarnya sebelum beliau membawa ke Indonesia thariqah
syathariyah telah dibawa Syekh Muhammad Fadhlullah Al-Burhanfuri (burhanfur
nama sebuah desa di india), yang mana beliau adalah wakil musryid syekh
Abdullah syathar, hanya saja pada saat itu beliau dan thariqah syathariyah
tidaklah populer, beliau juga memiliki karang kitab yang ditulis ketika berada
di Indonesia Tuhfatul Mursalat Ilaa Ruuhunnabi, sebuah manuskrip yang
sampai saat ini sulit ditemukan walau ditulis di Indonesia.
kemudia thariqah ini juga disebarkan dan dikembangkan oleh Syekh
Syamsuddin Sumatrhoni (Sumatra).
ciri-ciri dari thariqah syathariyah:
-
Thariqah memiliki kelebihan mampu beradaptasi dengan adat istiadat
ditempat.
-
memiliki sifat Wijdatul Wujud, bagi beberapa pengikut yang
benar-benar taat mereka miliki kedekatan tersendiri kepada Allah SWT hingga
membuat mereka seakan-akan mabuk cinta kepada sang khaliq, seperti yang terjadi
pada Ibnul Arabi dan Syekh Siti Jenar.
-
ada cirri khas terkadang yang serupa dengan orang-orang Hijaz atau Maroko, karena syekh abdurra’uf
belajar kepada Imam Kusasi dan Al-Qurani, dua ulama maroko yang pindah ke hijaz
(makkah-madinah).
3)
Qadiriyyah
sebuah thariqah yang didirikan oleh seorang keturunan Rasulullah
SAW. Syekh Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir Al-Jailaniy Al-Hasaniy, yang kita
kenal dengan syekh abdul qadir aljailaniy.
thariqah ini pertama kali muncul di Irak dan berkembang disuria,
dari kedua Negara tersebut kemudian mulai menyebar kesuluruh penjuru dunia pada
abad ke 13 dan mulai populer pada abad ke 15, dan thariqah inilah yang saat ini
paling pesat dan paling banyak diikuti oleh masyarakat Indonesia.
ciri-ciri dari thariqah qadariyah:
-
memiliki ketasawwufan yang sangan kental disbanding
thariqah-thariqah yang lainnya.
-
mereka hidup lebih memikirkan kepada akhirat.
4)
Syadziliyah
Pendiri thariqah syadziliyah juga seorang keturunan Rasulullah SAW.
Al-Imam Taqiyuddin Abu Hasan Ali Syadzili bin Abdillah Abdul Jabar Al-Hasaniy,
dan beliau lahir di Maroko.
Thariqah ini muncul pada abad 8 Hijriyah yang bertepatan pada abad
ke 14 masehi, Syadzili sendiri adalah sebuah nisbah kepada desa yang berada di
Tunisia.
Beliau dan Thariqah ini terbentuk dengan ikatan yang kuat dengan
guru beliau yaitu Hujjatul Islam Al-Imam Ghozali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar